Minggu, 17 Oktober 2010
Sister School ala Indonesia
Setuju atau tidak, salah satu ciri yang dikembangkan atau kelihatannya menjadi trade marknya Sekolah Bertaraf Internasional adalah punya sekolah saudara (sister school) di negara lain.
Tujuannya untuk apa ? Ya tentu saja untuk saling berkunjung, berbagi pengalaman sebagaimana layaknya saudara barangkali. Karena institusi yang bersaudara adalah sekolah, maka personal yang ada di dalamnya yang akan saling berinteraksi, dimulai dari kepala sekolah, wakasek, guru dan murid-murid.
Mencari dan mengajak sebuah sekolah untuk menjadi saudara bukan pekerjaan yang gampang, sebab butuh biaya, energi, arah yang jelas dan tentu saja melibatkan pemerintahan setempat. Di Indonesia dengan dialihkannya wewenang pengelolaan pendidikan ke daerah, maka program sister school menjadi program di bawah arahan Diknas provinsi.
Demikian pula Jepang. Kekuasaan dan wewenang pengelolaan sekolah dibebankan kepada daerah, yaitu pengelolaan SMA di bawah pemerintah tingkat prefektur, dan pengelolaan SD dan SMP di bawah pemerintahan tingkat kota atau distrik. Kedua pihak inilah yang perlu menjembatani lahirnya persaudaraan dua sekolah.
Program yang sering dikemas dalam kegiatan sister school adalah pertukaran budaya, memperkenalkan seni tari, permainan, atau sekedar kompetisi olah raga, dan bagi sebagian orang, pengalaman ke luar negeri adalah sebuah kebanggaan.
Lebih dari sekedar sebagai sebuah pertukaran seni budaya antara dua saudara, program sister school sebenarnya akan lebih menarik apabila dikemas menjadi sebuah pertukaran ilmu dan budaya yang lebih menitikberatkan empati dan peningkatan motivasi untuk maju siswa, guru dan kepsek.
Oleh karena itu, ketimbang menjadi ajang pentas kesenian, akan lebih baik jika siswa yang saling berkunjung diberi kesempatan untuk memahami kebiasaan belajar, semangat dan pola masyarakat setempat dengan lebih baik, ketimbang diajak untuk mengunjungi tempat wisata.
Selama ini sister school karena sudah dijudge sebagai program sekolah internasional, maka sangat jarang menyentuh sekolah-sekolah desa yang masih sederhana. Padahal pertemuan siswa-siswa yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang berbeda adalah sebuah wahana untuk melatih kepekaan siswa terhadap fakta kehidupan manusia yang beragam.
Sayangnya program sister school, sesuai dengan namanya yang ngebule, hanya dimaksudkan sebagai persaudaraan antara sekolah di dua negara yang berbeda.
Negeri dengan keragaman suku A sampai Z seperti Indonesia seharusnya lebih jeli mengembangkan program persaudaraan antarsekolah yang khas. Sebelum mengirimkan anak-anak itu untuk bersaudara dengan orang-orang berkulit sipit di Jepang atau anak-anak berambut emas di tanah Eropa atau anak-anak bermata biru di daratan Australia, atau anak-anak Melayu di seberang , mengapa tidak mempersaudarakannya dengan “saudara-saudara” hakikinya yang tinggal di Manokwari, di Lombok, di Gorontalo, di pegunungan Dieng ???
Padahal anak-anak di daerah tersebut sungguh ingin sedikit saja belajar sesuatu yang unggul dan baik dari saudaranya yang tinggal seberang pulau.
Padahal guru-guru di pelosok Kalimantan, Sumatera, Sulawesi ingin sekali sekedar berguru kepada saudara-saudara guru di tanah yang lebih duluan maju.
sumber : http://murniramli.wordpress.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar