Sabtu, 16 Oktober 2010

RSBI: Taraf Atau Tarif Internasional


Oleh Edy M. Ya'kub

Surabaya - Rasanya dunia pendidikan merupakan dunia yang tidak pernah sepi kritik. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah salah satu buktinya, bahkan kritik terhadap RSBI cukup bertubi-tubi datangnya.

Ada yang menyodok RSBI sebagai ajang bisnis pendidikan menengah, ada pula yang menuding RSBI untuk melahirkan "kastanisasi", termasuk dianggap menutup peluang anak miskin untuk masuk sekolah berkualitas.

"RSBI bertujuan mendorong munculnya SMA yang berkualitas internasional," kata Humas SMA Khadijah (RSBI), Surabaya, Nurmantoko, kepada ANTARA (6/6/2010).

Oleh karena itu, katanya, jika dibilang mahal akibat adanya "bisnis pendidikan" di dalamnya, maka hal itu tidak sepenuhnya benar, sebab mahal itu relatif.


"Mahal itu sebenarnya sih relatif, karena biaya masuk RSBI SMA Khadijah, Wonokromo, Surabaya sebesar Rp8,5 juta itu terukur," katanya.

Ia merinci Rp8,5 juta itu meliputi biaya pendidikan Rp3,5 juta dan infak Rp5 juta. Semuanya untuk biaya pendidikan dan kegiatan selama setahun.

"Biaya Rp3,5 juta itu sudah mencakup SPP, biaya kegiatan selama setahun, dan sebagainya, sedangkan infak Rp5 juta hanya sekali dan diangsur setahun," katanya.

Menurut dia, infak Rp5 juta pun sebenarnya kembali kepada anak didik dalam bentuk fasilitas pengajaran seperti laboratorium dan gedung yang memadai.

"Untuk menjadi SMA bermutu internasional itu harus memiliki laboratorium yang banyak seperti laboratorium fisika, kimia, biologi, bahasa, komputer, internet, dan sebagainya," katanya.

Tentu saja, katanya, masing-masing laboratorium membutuhkan biaya yang tidak sedikit mulai dari biaya gedung, biaya peralatan, dan biaya bahan penelitian.

"Kalau fasilitas yang ada itu dihitung dengan uang, tentu infak Rp5 juta untuk setiap pelajar yang masuk pertama kali itu akan sangat murah," katanya.

Tentang "kastanisasi" antara pelajar kaya dan miskin, ia mengaku hal itu tidak terjadi di SMA Khadijah (RSBI) di Wonokromo, Surabaya.

"Itu karena kami juga menerima anak miskin yang pintar, bahkan kami menggratiskan untuk 20 anak miskin mulai dari biaya pendidikan, buku, seragam, dan sebagainya," katanya.

Evaluasi
Kritik yang bermunculan itu diterima Mendiknas Mohammad Nuh, bahkan dirinya akan segera mengadakan evaluasi terhadap keberadaan RSBI.

"Taraf dan tarif itu merupakan dua hal yang berbeda, karena falsafah pendirian RSBI itu mengacu pada UU Sisdiknas yang mengamanatkan sekolah dengan kualitas internasional," katanya di Surabaya (30/6).

Di sela-sela pembukaan TBM (taman bacaan masyarakat) di mal CITO, Surabaya, ia mengemukakan UU Sisdiknas mengamanatkan pendirian RSBI pada setiap kabupaten/kota di Indonesia.

"Jadi, RSBI itu ibarat pusat-pusat keunggulan untuk mendorong tumbuhnya kualitas sumber daya manusia yang bertaraf internasional. Itu ibarat world class university pada sejumlah universitas kita," katanya.

Kendati ada RSBI, kata mantan Rektor ITS Surabaya itu, setiap orang harus mempunyai akses yang sama, sehingga RSBI itu tidak boleh menjadi "eksklusif" dengan tarif yang mahal.

"Kalau ada RSBI yang eksklusif, maka kami akan melakukan evaluasi, apalagi program RSBI sudah berlangsung empat tahun, sehingga tahun ini sudah saatnya untuk evaluasi itu," katanya.

Nuh mengatakan evaluasi RSBI akan dilakukan dalam beberapa aspek yakni aspek kualitas, aspek 'output' berupa anak didik yang menjadi juara, fasilitas, tenaga pengajar, dan aspek akses.

"Aspek tenaga pengajar itu mensyaratkan, apakah ada sekian pengajar bergelar S2, lalu apa ada akses yang sama, karena sekolah tidak boleh memberi prioritas kepada anak didik dengan pertimbangan kemampuan ekonomi, tapi tetap pertimbangan akademik," paparnya menjelaskan.

Hasil evaluasi, katanya, pihaknya akan mengeluarkan regulasi untuk tahun ajaran berikutnya supaya RSBI tidak bersifat "eksklusif" dalam berbagai aspek.

"Kalau dalam evaluasi ditemukan praktik-praktik yang menyimpang dari UU Sisdiknas, maka nanti akan ada regulasi yang mengatur, misalnya RSBI harus memberi peluang 20 persen untuk siswa yang tidak kaya dengan sistem sponsor," ucapnya.

Ia menambahkan hasil evaluasi diharapkan akan selesai dalam tahun ini dan tahun ajaran berikutnya sudah ada regulasi RSBI.

"Jangan sampai amanat UU Sisdiknas ada penyimpangan, seperti tarif yang mahal dan memutuskan peluang anak dari ekonomi bawah untuk masuk RSBI," tuturnya.

Oleh karena itu, "kastanisasi" yang ditujukan sebagai kritik kepada RSBI itu juga terbantahkan, karena eksklusifitas itu tidak ada.

"RSBI itu bukan khusus mereka yang kaya atau miskin, RSBI juga bukan untuk cari uang, tapi RSBI adalah khusus mereka yang pintar," ucapnya menegaskan.

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/35166/RSBI-Taraf-Atau-Tarif-Internasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar