Sabtu, 16 Oktober 2010

Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi


Oleh : Pudji Susilowati, S.Psi

Ujian Nasional sudah diselenggarakan dan berikutnya adalah merencanakan dan menentukan langkah selanjutnya. Apakah mau masuk perguruan tinggi, jurusan apa yang dipilih, dsb. Bagi anak yang sudah mengetahui apa bakat dan minatnya dan terbiasa mengambil keputusan sendiri, tidak banyak mengalami kendala dalam memilih jurusan.

Masalahnya di masa ini banyak siswa SMA yang sulit ambil keputusan karena tidak tahu apa bakat dan minatnya, dan banyak yang belum menemukan potensi dirinya, tidak terbiasa mengambil keputusan sendiri bahkan untuk hal-hal yang terkait dengan kepentingannya, sehingga bingung ketika harus memilih jurusan dan perguruan tinggi. Belum lagi gaya ikut-ikutan teman agar ketika kuliah sudah memiliki teman yang telah dikenal, atau juga karena mengikuti pacar. Kebingungan siswa ada pula yang disebabkan sikap orang tua yang memaksakan anak memilih jurusan yang ditentukan orang tua, bukan kemauan dan minat anaknya.

Dampak Dari Salah Memilih Jurusan

Banyak orang berpandangan, pilihlah jurusan yang gampang (gampang masuk dan gampang lulus), supaya gampang dapat pekerjaan dan gajinya besar, regardless sesuai minat atau tidak. Sebenarnya pandangan ini perlu ditinjau ulang karena memilih suatu jurusan bukanlah persoalan yang mudah. Dalam memilih jurusan, siswa perlu memperhitungakan beberapa faktor seperti kemampuan, minat, bakat, kepribadian, dll. Salah memilih jurusan punya dampak yang signifikan terhadap kehidupan anak di masa mendatang. Apa saja dampaknya ?

Problem psikologis
Mempelajari sesuatu yang tidak sesuai minat, bakat dan kemampuan, merupakan pekerjaan yang sangat tidak menyenangkan, apalagi kalau itu bukan kemauan / pilihan anak, tapi desakan orang tua. Belajar karena terpaksa itu akan sulit dicerna otak karena sudah ada blocking emosi. Kesal, marah, sebal, sedih, itu semua sudah memblokir efektivitas kerja otak dan menghambat motivasi. Anak kemungkinan akan berusaha setengah mati supaya hasilnya baik, but at the
cost of his/her being. Dia mengabaikan panggilan hidupnya, perasaannya, demi orangtua. Kepahitan dan kegetiran, marah, penyesalan dan penasaran bisa jadi membayangi setiap langkah hidup anak. Akan tambah sedih lagi ketika dia melihat teman-temannya bisa berbahagia di atas kehidupan yang mereka pilih sendiri. Kalau anak yang dari keluarga berduit, bisa saja dengan mudahnya pindah kuliah, tapi buat mereka yang ekonominya pas pas-an, ini bisa menjadi dilemma berat. Kalau tidak ikut saran orang tua, anak merasa bersalah karena orang tua sudah susah-susah membiayai kuliah, tapi kalau mengikuti kehendak orang tua, anak tertekan karena mengabaikan panggilan jiwa.
Memilih jurusan sesuai dengan saran teman atau trend, padahal tidak sesuai dengan minat diri juga punya dampak psikologis, yakni menurunnya daya tahan terhadap tekanan, konsentrasi dan menurunnya daya juang. Apalagi kalau pelajaran kian sulit,masalah semakin bertambah, bisa menyebabkan kuliah terancam terhenti di tengah jalan.
Problem akademis
Problem akademis yang bisa terjadi jika salah mengambil pilihan, seperti prestasi yang tidak optimum, banyak
mengulang mata kuliah yang berdampak bertambahnya waktu dan biaya, kesulitan memahami materi, kesulitan
memecahkan persoalan, ketidakmampuan untuk mandiri dalam belajar, dan buntutnya adalah rendahnya nilai indeks
prestasi. Selain itu, salah memilih jurusan bisa mempengaruhi motivasi belajar dan tingkat kehadiran. Kalau makin sering
tidak masuk kuliah, makin sulit memahami materi, makin tidak suka dengan perkuliahannya akhirnya makin sering bolos.
Padahal, tingkat kehadiran mempengaruhi nilai.
Problem relasional
Salah memilih jurusan, membuat anak tidak nyaman dan tidak percaya diri. Ia merasa tidak mampu menguasai materi
perkuliahan sehingga ketika hasilnya tidak memuaskan, ia pun merasa minder karena merasa dirinya bodoh, dsb hingga
dia menjaga jarak dengan teman lain, makin pendiam, menarik diri dari pergaulan, lebih senang mengurung diri di kamar,
takut bergaul karena takut kekurangannya diketahui, dsb. Atau, anak bisa jadi agresif karena kompensasi dari inferioritas
di pelajaran. Karena dia merasa kurang di pelajaran, maka dia berusaha tampil hebat di lingkungan sosial dengan cara
missal, mendominasi, mengintimidasi anak yang dianggap lebih pandai, dsb.
Bagaimana Memilih Jurusan Agar Tepat?
Memilih jurusan pada dasarnya merupakan sebuah proses yang sudah dimulai sejak masa anak-anak. Kesempatan,
stimulasi, pengalaman apa saja yang diberikan pada anak sejak kecil secara optimum dan konsisten, itu akan menjadi
bekal, modal dan fondasi minat dan bakatnya. Makin banyak dan luas exposure-nya, makin anak tahu banyak tentang
dirinya, tapi makin sedikit exposure nya, makin sedikit juga pengetahuan anak tentang dirinya. Menurut Gunadi et al (2007),
ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan jurusan agar jurusan yang dipilih tepat, yaitu:

Mencari informasi secara detil mengenai jurusan yang diminati. Sebelum memilih jurusan, hendaknya anak punya
informasi yang luas dan detil, mulai dari ilmunya, mata kuliahnya, praktek lapangan, dosen, universitasnya, komunitas
sosialnya, kegiatan kampusnya, biaya, alternative profesi kerja, kualitas alumninya, dsb.Menyadari bahwa jurusan yang
dipilih hanya merupakan salah satu anak tangga awal dari dari proses pencapaian karir.

Anak perlu tahu realitanya, bahwa jurusan yang dipilih tidak menjamin kesuksesan masa depannya. Jangan dikira bahwa
dengan kuliah di jurusan tersebut maka hidupnya kelak past sukses seperti yang di iklankan.

Jurusan yang dipilih sebaiknya sesuai dengan kemampuan dan minat siswa yang bersangkutan. Jika seorang siswa
memilih jurusan sesuai dengan kemampuan dan minatnya, maka dirinya akan mampu bertahan dalam menghadapi
kesulitan-kesulitan selama kuliah, namun jika dirinya tidak memiliki kemampuan dan minat dalam jurusan yang dipilih,
bisa mempengaruhi motivasi belajar seperti yang telah dijelaskan di atas.

Berpikiran jauh ke depan melihat konsekuensi dari setiap pilihan, apakah mampu menjaga komitmen dan konsekuensi
kerja sebagai akibat dari pilihan itu? Di setiap pilihan pasti ada konsekuensi profesi, jangan sampai ingin punya status
tapi tidak ingin menjalani konsekuensinya. Jangan sampai ingin jadi dokter tapi tidak siap mendapatkan panggilan
mendadak tengah malam dari pasiennya; ingin jadi tentara tapi takut berperang; ingin jadi guru tetapi tidak sabar / tidak
senang disuruh menghadapi anak murid. Jadi, kalau sudah punya cita-cita, siapkan mental, fisik dan komitmen untuk mau
belajar menghadapi tantangannya.

Jurusan yang dipilih sebaiknya sesuai dengan cita-cita anak. Setiap anak pasti memiliki cita-cita. Jika anak bercita-cita
menjadi psikolog maka sebaiknya memilih jurusan psikologi bukan jurusan sosiologi atau yang lainnya. Jika ingin
menjadi dokter, ya harus mengambil kuliah kedokteran. Pelajari bidang studi yang mempunyai beberapa proses.

Misalnya, anak kelak ingin menjadi dokter bedah, maka terlebih dahulu harus menjalani kuliah di kedokteran umum.
Menyiapkan beberapa alternatif. Alangkah baiknya jika anak memiliki lebih dari satu alternative untuk menjaga jika dirinya
tidak masuk di alternative pertama, maka masih ada kesempatan di alternative berikutnya. Pemilihan alternative studi
harus pun diupayakan yang masih sesuai dengan minat dan kemampuan anak, bukan karena pilihan yang paling besar
kemungkinan diterima padahal tidak sesuai minat.
Mengoptimalkan peran sekolah, guru dan guru Bimbingan Konseling
Dukungan bagi anak selain dari orang tua, juga di peroleh dari guru di sekolah, baik guru kelas, guru mata pelajaran
maupun guru bimbingan konseling. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pihak guru untuk membantu
mengarahkan anak didik mereka kelak dalam menentukan pilihan bidang studi / jurusan :

Mengamati dan mencermati perkembangan kemampuan intelektual murid. Kemampuan intelektual sangat penting di
masa kuliah, agar mudah menangkap materi dan meminimalisir hambatan yang berat. Kemampuan intelektual ini
biasanya dapat dilihat dari prestasi belajarnya selama di sekolah mulai dari catur wulan awal. Guru kelas bekerja sama
dengan guru bimbingan konseling memonitor perkembangan anak didik agar masalah yang terjadi di tengah jalan dapat
di tangani sebelum menjadi masalah yang berat.

Memberikan tes minat bakat menjadi salah satu cara untuk mengeksplorasi minat dan bakat anak. Tes minat bakat
biasanya dilakukan ketika anak masih belum dapat memutuskan ke mana minat dan bakatnya sementara banyak
alternative jurusan yang dapat dia pilih.

Memberikan penjelasan pada orang tua mengenai pemilihan jurusan dan bentuk dukungan untuk anak. Sejak awal mula
sekolah, para guru bisa menghimpun para orang tua untuk ikut mencermati kemampuan, minat, bakat anaknya supaya
baik orang tua bisa berpartisipasi dalam mengarahkan anak memilih jurusan yang tepat.
Memberikan bimbingan pada anak didik untuk tetap tekun dalam masa kuliah, mampu mendorong / memotivasi diri
sendiri serta mampu melawan virus-virus kebosanan yang muncul.

Menyiapkan mental anak didik dalam berbagai bentuk latihan dan tempaan, agar mereka tidak hanya siap materi namun
juga siap mental menghadapi tekanan dan tantangan yang akan dihadapi.

Sejak awal, peran sekolah ini sangat penting karena pola pikir, minat, prestasi anak sedikit banyak dipengaruhi oleh apa
yang ia peroleh di sekolah dan juga apa yang terjadi di sekolah. Misalnya, kalau sekolah itu berkualitas dan berprestasi,
maka anak pun akan memilih yang berkualitas, bukan yang sekedarnya atau seadanya. Apalagi, kalau sekolah tersebut
perlunya kerja sama dengan lembaga pendidikan lain, atau perguruan tinggi yang berkualitas baik di dalam maupun di
luar negeri, hal ini membuat anak punya benchmark universitas maupun target pilihan jurusan yang tinggi. Jika pihak
sekolah punya standard kualitas mutu yang tinggi, maka biasanya para guru juga akan mendorong anak didik mereka
untuk mencapai target yang tinggi (berkualitas) misalnya supaya bisa diterima di beberapa perguruan tinggi yang dikenal
terbaik dalam beberapa jurusan.
Mengoptimalkan dukungan Orang Tua
Peran orang tua sangat penting dalam mendukung anak menentukan pilihan dan jalan hidup mereka. Itu sebabnya,
sering dikatakan bahwa pada saat anak tumbuh remaja, posisi orang tua bukan lagi orang tua seperti dulu tapi lebih
sebagai teman. Orang tua bisa menjadi tempat curhat dan konsultasi yang nyaman, tanpa harus cemas kalau-kalau
mereka tidak punya hak suara. Di atas telah dijelaskan dampak psikologis, akademis dan sosial kalau orang tua lah yang
menentukan pilihan tanpa melihat minat dan bakat anaknya sendiri. Apalagi, dengan referensi informasi yang mungkin
sekali lebih terbatas dari anaknya, jangan sampai orang tua merasa pendapatnya paling benar padahal pendapatnya
berdasarkan informasi yang sudah kadaluwarsa, tidak up to date lagi. Selain itu, orang tua juga perlu mengevaluasi
motivasi dan ambisi nya masing-masing, karena tanpa sadar orang tua mengarahkan anak untuk menyelesaikan
"keinginan dan ambisi tak sampainya" di masa lalu. Padahal, anak itu bukanlah parent's extension. Dipastikan saja,
bahwa pilihan anak bukanlah karena ambisi orang tua, atau karena kecemasan dan cara berpikir yang keliru dalam
mempersepsi masa depan anak. Misalnya, anak memilih jurusan sastra karena mampu dan sesuai minat, tapi tidak
disetujui orang tua karena menurut mereka, akan susah cari kerja.

Orang tua perlu memastikan saja, apa motivasi anak memilih jurusan yang dia inginkan. Mengajak anak menganalisa
motivasi dan alasan, akan lebih menguntungkan karena anak akan mencoba menerapkan cara berpikir analitis yang
serupa ketika memilih dan memilah jurusan yang lain. Ajak anak untuk mencari contoh kongkrit (orang yang sudah lebih
dahulu kuliah dan atau kerja) dari dampak salah memilih karena sebab-sebab tertentu, misalnya : pengaruh teman,
suruhan orang tua, asumsi yang keliru.

Alangkah baiknya jika orang tua bisa membantu anak mencari informasi mengenai sekolah-sekolah yang berkualitas dan
membiarkan anak melihat plus minusnya secara kongkrit. Diskusikan secara terbuka factor apa saja yang jadi potensi
kendala dan bagaimana strategi solusinya. Dengan demikian, akan tercipta komunikasi yang terbuka dan positif, anak
merasakan dukungan dan komitmen orang tua, sehingga anak pun diharapkan tergugah untuk menjaga komitmen dan
keseriusannya terhadap pilihan studinya.
Mengoptimalkan peran social network
Punya banyak teman dan luasnya jaringan sosial bisa memberikan keuntungan positif. Baik orang tua maupun anak bisa
saling bertukar informasi dengan yang lain mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pilihan studi.Kalau mencari
sendiri butuh waktu yang lama, maka kalau saling bertukar informasi, tentu akan lebih efektif dan efisien. Namun yang
perlu diingat adalah bahwa orang tua tetap harus obyektif dan rasional, karena salah-salah jadi mudah terpengaruh dan
terikut pendapat orang yang belum tentu benar. Yang kita cari adalah informasi faktual bukan gossip-nya.

Tak dapat dipungkiri bahwa untuk memilih suatu jurusan dibutuhkan pertimbangan yang matang serta kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri. Seiring dengan eksplorasi minat dan bakat, anak pun perlu di arahkan untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas pilihannya. Anak perlu diajarkan untuk mandiri dan mampu memotivasi diri
sendiri, disiplin, dan serius belajar sebagai perwujudan dari komitmen atas pilihan hidupnya. Jika menjumpai kendala, tidak mudah putus asa apalagi berhenti di tengah jalan atau ganti haluan. Semoga dengan pembahasan ini dapat memberi manfaat.

sumber: http://www.e-psikologi.com/epsi/pendidikan.asp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar