Minggu, 17 Oktober 2010

Pengakuan Seorang Guru Pendamping Sekolah Bertaraf Internasional (Part 2)


Dalam salah satu opini di milis CFBE@yahoogroups.com, pak Satria Dharma sempat mensinyalir bahwa SBI bukanlah Sekolah Bertaraf Internasional, akan tetapi Sekolah BERTARIF Internasional. Sinyal ini beliau utarakan saat SBI masih dalam bentuk embriyo, belum jadi suatu kenyataan seperti sekarang ini. Sayangnya, sinyalemen beliau ini menjadi kenyataan. Orang tua kan menjadi sapi perah manakala anaknya masuk ke SBI.

Jadi hati-hati sajalah.... dan nikmati artikel lanjutan ini.

Dear all,
Berikut ini lanjutan dari pengakuan guru pendamping program Sekolah Bertaraf internasional kapan hari.
Your comment is always expected.
Salam
Satria

=====
Dalam pertemuan dengan seluruh orangtua murid calon kelas bilingual di satu SMP, saya berusaha untuk menyamakan ekspektasi mereka pada realitas yang kami miliki di sekolah.

Lebih tepatnya lagi, saya berusaha untuk menurunkan ekspektasi mereka yang terlalu tinggi terhadap Bahasa Inggris para pengajar. Ada tiga kondisi dimana Bahasa Inggris akan digunakan. Garis besarnya, penggunaan Bahasa Inggris sbb, pertama Bahasa Inggris dipakai sebagai bahasa pengantar untuk membuka dan menutup kelas. Membuka kelas termasuk greeting, conducting an opening prayer, dan light talk. Kedua, bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa untuk memberikan perintah sehari-hari dari guru ke murid-murid. Misalnya please open your book page bla..bla..bla, come forward, work in pairs, put away your books, prepare a piece of paper, don’t cheat, and so on. Semua guru yang mengajar di kelas bilingual, kecuali guru Bhs Indonesia, wajib menggunakan Bahasa Inggris dalam dua kondisi di atas.
Mereka telah dilatih berkali-kali untuk memastikan pronunciation- nya minimal comprehensible enough bagi murid-murid. Kami tidak dapat berharap native like language production.It’s simply far fetched.Ketiga, khusus untuk pengajar science, math, dan IT, mereka wajib menggunakan bahasa Inggris untuk penyebutan istilah-istilah khusus dalam pelajarannya. Prosedurnya begini, pertama-tama materi disampaikan sepenuhnya dalam Bahasa Indonesia. Jika murid-murid telah memahami konsep dasar yang diajarkan, guru akan menjelaskan ulang konsep tersebut dalam Bahasa Indonesia tetapi menggunakan term-term khusus dalam Bahasa Inggris, misalnya untuk mathematical operator symbols dibaca dalam Bahasa Inggris, luas bidang (area), keliling (perimeter, circumference) and so on. Untuk biologi, penyebutan bagian tanaman dalam bahasa Inggris, misalnya root, stem, leaf, branch, twigs… Tetapi susunan kalimat bahasa pengantar ketika guru menjelasakan baik dalam penjelasan
pertama maupun berikutnya tetap dalam Bahasa Indonesia. MAka Bhs Inggris digunakan dalam menjelaskan pelajaran sebatas penggunaan istilah-istilah ilmiah. Saya punya alasan logis yang kalau dijelaskan disini bisa panjang. Yang pasti, hal ini akan mengurangi beban content teachers.
Penjelasan ini tidak memuaskan kepala sekolah, karena tidak ‘menjual’ sekolah. Salah satu ortu secara pribadi mengatakan pada saya bahwa beliau membatalkan anaknya masuk kelas ini karena berharap anaknya mendapatkan eksposure bahasa Inggris sektika dia menginjakkan kaki di gerbang sekolah. Ibu ini mengharapkan para guru bercasi-cis- cus dalam Bahasa Inggris di sekolah sebagaimana yang dilihatnya disekolah-sekolah berbahasa Inggris dengan immersion program. Again,it’s simply far fetched.Saya jelaskan beberapa type dan kondisi program bilingual yang dikenal dalam literatur pengajaran Bahsa asing, mulai dari immersion program (mis di JIS, BIS), transitional, maintenance, dst. Guru-guru yang ada di sekolah kami tidak direkrut dengan kemampuan Bahsa Inggris yang memadai untuk mampu mengajar dalam immersion program. Lantas ibu ini bertanya, mengapa diberi label ‘bilingual’ kalau bahasa Inggris digunakan dalam kondisi yang amat sangat terbatas? Dan
mengapa orangtua harus membayar jauh lebih banyak SPP dibanding kelas reguler sementara perbedaannya hanya sebatas fasilitas fisik saja. Saya tidak bisa menjawab. The principal was not happy, neither was the mother. But I’m glad to bring them back to reality. I’m not a good salesperson, indeed. Saya harus siap-siap cari kerjaan lain, mungkin semester depan she would kick me out.

+ Bravo untuk Anda! Jelas sekali bahwa motivasi para kepala sekolah RSBI ini adalah hendak MENIPU para orang tua dengan segala kamuflase yang bisa ia lakukan agar orang tua mau masuk ke program RSBI. Motifnya jelas sekali adalah UANG. Jadi samasekali tidak ada idealisme disitu. Saya bersyukur bahwa Anda memutuskan untuk memenangkan hati nurani Anda dan bukannya ikut terseret permainan gila kepala sekolah Anda.
Saya benar-benar gregetan dengan situasi ini dan ingin mengajak Anda dan teman-teman lain untuk membongkar kebohongan program RSBI ini. Kalau tidak maka kita ikut berdosa membiarkan kebohongan ini berkelanjutan tanpa kita berusaha untuk mencegah.
Salam
Satria

Penggunaan bahasa mestinya sekunder. Desainer SBI mestinya mempelajari
benar apa yang ingin dicapai negara-negara OECD dalam bidang
pendidikan. Tujuan itu masih bisa dicapai dengan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar. Apakah semua negara OECD memang menggunakan
bahasa Inggeris sebagai bahasa pengantar?

Komentar di atas berlaku hanya kalau Depdiknas benar-benar ingin
menggunakan OECD sebagai patokan.

Salam,
--muchlis

Meyakinkan Ortu bahwa RSBI ini "menipu" sama sulitnya ketika meyakinan orang yg sudah kesengsem untuk menanam uangnya dalam investasi seperti QISAR dan yg sejenis, bagiaman mungkin keuntungan bisa diperoleh melebih keuntungan rentenir. Inilah irrasionalitas orangtua kita dan "disahkan" oleh Depdiknas dengan alasan takut melanggar UU sisdiknas.

Putra Sampoerna Foundation (PSF) dalam konsep USI (United School International) sedikit "memelencengkan" tujuan RSBI dan hanya menyebut "Towards International Standard", mereka akan mengajarkan 6 matpel dalam bahasa Inggris oleh Guru yang direkrut dan dilatih secara serius agar mampu mengajar kurikulum ICE/IGCSE itu, bahkan mulai kelas 1 SMA, diakhir kelas satu mereka di tes, yang mampu untuk terus diminta mengikuti hingga akhir kelas 2 dan ikut ujian Cambridge Level 0 adalah pilihan mereka. Saat kelas 3, kembali ke kurikulum Nasional SEMUA, karena tetap harus ikut UASBN SMA.

Di PSF, bigbos seau bertanya "It is impossible or difficult to reach?" kalau jawaban dari yg paling expert impossible, biasanya program itu tidak dikerjakan, nah USI ini masih tahap SANGAT SULIT, HAMBATAN UTAMA ADALAH GURU

sumber : http://jromadhan.multiply.com/journal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar