Kamis, 31 Maret 2016

Kesadaran

kesadaran itu terkadang muncul tanpa diduga, bahkan kita tidak pernah menyangka akan disadarkan oleh sesuatu, baik itu kejadian atau buah jadi perenungan. Tanpa disadari, karena rasa bahagia yang besar kadang justru kita lupa menanyakan apakah seseorang yang membahagiakan kita tersebut juga bahagia bersama kita. Ingin selalu dibahagiakan, dan merasa terluka sendiri jika kebahagiaan itu terenggut oleh keputusan.

Padahal kebahagiaan tidak bisa satu pihak, inginnya selalu dibahagiakan, merasa berjuang dan selalu ingin diperjuangkan, sehingga tidak dapat melihat nilai perjuangan yang telah orang lain lakukan. Namanya harapan terlalu besar untuk itu semua, sementara kesadaran untuk juga berjuang dan berkorban lebih untuk membahagiakan semakin menitipis atau justru tidak ada. Harusnya sejak awal komunikasi dua arah itu berjalan, tapi ya itulah sepertinya semua sia-sia. Ingin selalu dipahami, enggan memahami, sulit belajar memahami dan menerima. Gengsi, keangkuhan, arogansi diri, karena masih senang berada diatas awan tanpa pondasi. Secara keilmuan, jelas bahwa manusia sebagai makhluk yang berbentuk, berwujud, dan memiliki masa, tidak akan mampu terus berada diatas karena adanya daya tarik gravitasi bumi. Tapi kedasaran tetap saja muncul tak terduga, dan kadang terlambat. Titik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar