Senin, 20 Maret 2017

Bahagia itu apa ?

Hai... Hallo... Sudah lama tidak menulis😁 iyaa, aku baru bisa berbaring dan menulis santai justru saat berada di Ibu Kota Jakarta yang kata orang adalah sebuah kota yang tidak pernah tidur... Mungkin itu juga alasannya, malam ini aku belum tidur dan kembali menulis untuk menceritakan, hal yang seperti nya penting untuk kutuliskan bagi pembaca di blog ku ini...

Aku ingin mengatakan bahwa salah satu waktu yang aku senangi ialah berdiskusi soal hal baru dengan atasanku, terutama tentang buku baru, apalagi itu bicara budaya dan hal-hal baru, kami bisa sepanjang perjalanan berdiskusi 😊 Begitu juga malam ini (20/3), usai pulang kantor di tengah perjalanan macet ibu kota, diperkirakan dua jam baru akan sampai rumah dari kantor. Jalan begitu padat, meskipun alternatif melalui tol, tetap saja menuju gerbang tol harus antri dan berebut badan jalan dengan pengguna jalan lainnya, belum lagi sepeda motor tak hentinya memotong jalan.... yaa kurang lebih seperti itulah jalan yang harus kami lalu tiap pulang kantor di Jakarta... Tapi aku tidak akan menceritakan soal itu, terlalu tidak bahagia hidup, jika membicarakan soal kemacetan ibu kota... Lebih baik aku melanjutkan ceritaku, masih mengenai kata "Bahagia"... Sepanjang perjalanan kami membahas sebuah buku tentang pencarian arti bahagia dari sebuah buku Best seller berjudul "Bliss" yang berkisah tentang seseorang penggerutu yang mencari arti kebahagiaan diseluruh dunia... Bosku bilang baru saja membacanya, aku pun penasaran dan meminta nya untuk bercerita... Kemudian kami berdiskusi tentang arti bahagia... Bersama aku dan atasanku, dalam mobil tersebut sopir pribadinya serta anak bungsu atasanku turut berpendapat...
Buku tersebut berkisah tentang seorang Eric Weiner, mantan reporter untuk The New York Times dan juga seorang Knight Journalism Fellow di Standford University. Merasa tertantang, bukan hanya mencari makna bahagia, namun juga mencari di manakah kebahagiaan itu berada?
Maka, dimulailah sebuah perjalanan istimewa keliling dunia, yang disebutnya “misi yang bodoh.” Dengan gaya yang khas seorang jurnalis “nyentrik”, perpaduan antara sains, psikologi dan humor, kita akan di bawa melayang ke 10 negara. Di mana kesemua negara tersebut dianggap sebagai tempat yang membahagiakan.
Belanda, Amerika, dan India adalah negara yang akrab di telinga kita. Namun, siapa sangka ketiga negara tersebut ternyata punya definisi bahagia yang berbeda. Lho, bagaimana bisa? Tentu saja, sebab tiap negara mempunyai sejarah, adat-istiadat, budaya, keyakinan, cara pandang terhadap hidup yang khusus –termasuk juga kelucuan-kelucuan penduduknya, yang bagi Eric Weiner adalah konyol!
Jadi ternyata, definisi bahagia bagi semua orang tidaklah sama yaa, kata atasanku. Kalau kita yang beragama, pastilah bersyukur sebanyak-banyaknya maka terasa bahagia, tapi ternyata disetiap negara, arti bahagia itu berbeda-beda... Dalam buku tersebut, ternyata ada pula orang yang berbahagia saat melakukan hal yang kontradiktif dengan kenyataan, misalkan perang itu adalah sebuah hal menakutkan dan menyeramkan tetapi ada yang menjadikan nya kebahagiaan sebab jika dia menulis tentang kejadian tersebut maka tulisan nya laku terbaca, padahal disisi kemanusiaan itu benar-benar tidak membahagiakan bahkan membahayakan... Bagaimana menurutmu git? Akupun menjawab dengan teori kebutuhan maslow, aku berikan pendapat sesuai dengan teori yang sangat terkenal itu, bahwa ketika kebutuhan dasar terpenuhi maka orang membutuhkan aktualisasi diri, dan menuliskan berita konflik dan peperangan adalah tempat seseorang itu mengaktualisasi kan dirinya dan memperoleh penghargaan dan apresiasi sehingga meskipun orang lain berduka, tetap saja dia menjadi bahagia... Dan kami terus berdiskusi, sampai tiba disatu kesimpulan bahwa kebahagiaan sebenarnya datang dari diri sendiri dan keluarga, karena setinggi apapun jabatan, sekaya apapun, sepopuler apapun tidak akan ada gunanya tanpa orang-orang terkasih... Meskipun orang asing anggap bahwa terlalu picisan, Bapperan jika bahagia sesederhana itu, tapi tanpa syukur kebahagiaan tak pernah ada...

Jika bahagia itu ada di suatu tempat, pastilah kita akan terdorong untuk mencari tempat itu. Permasalahannya, terkadang tempat yang dimaksud bisa jadi berada sangat jauh dari kita. Namun, bisa pula, tanpa kita sadari, tempat itu berada sangat dekat dengan diri kita. Bagiku, kebahagiaan itu berada dekat dengan keluarga...

Begitulah kami, berdiskusi tiap kali bertemu, dan atasanku selalu menghargai pendapatku... Sikapnya yang sangat menghargai bawahannya, adalah kebahagiaan kecil dalam perjalanan berkelana di ibu kota, Jakarta...

Tulisan ini sedikit mengutip Resensi Bliss yang ditulis dalam bacasaja.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar