Kamis, 14 Februari 2013

Pasar Modal Tangguh Ekonomi Tumbuh

Pasar Modal Tangguh Ekonomi Tumbuh
Oleh : Gita Leviana Putri
Untuk Lomba Opini KSPM Unila

Jika dilihat dari sejarah, pasar modal sebenarnya sudah lama ada di Indonesia, sempat vakum dan kembali menggelora di tahun 1976 melalui Keppres No.56 tentang pasar modal. Akan tetapi, pasar modal masih menjadi sesuatu yang tabu bagi orang awam, mungkin mereka yang memiliki pendidikan yang tinggi, pasar modal bukan sesuatu yang aneh. Meskipun tingkat pendidikan terus meningkat, tetapi jumlah investor pasar modal Indonesia masih kalah jauh dibanding Malaysia.  Padahal jumlah penduduk hampir 250 juta.  Adapun Malaysia dengan jumlah penduduk 28 juta jiwa, bisa memiliki investor lokal hingga 10 juta. Selain itu, jumlah emiten Indonesia juga lebih kecil dibandingkan Malaysia. Jumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini tercatat 453 perusahaan, lebih sedikit dibandingkan Malaysia 928 perusahaan dan Singapura 774 perusahaan.(financeroll.co.id)

Di Indonesia dikenal 2 bursa efek: Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya, yang sekarang bergabung menjadi satu dengan nama Bursa Efek Indonesia (BEI).  Secara teoritis pasar modal disebut sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan surat-surat berharga seperti saham dan obligasi. Instrumen ini dijual kepada investor, baik individual maupun instritusional dan hasilnya adalah dana untuk perusahaan. Jadi pasar modal merupakan lembaga intermediasi selain perbankan.
Indonesia seperti negera berkembang lainnya, memiliki keterbatasan modal untuk melaksanakan pembangunannya, dana yang dibutuhkan untuk pembangunan tidaklah sedikit. Sementara selama ini, pendapatan utama pemerintah untuk belanja negara adalah pajak, belajar dari krisis yang menimpa Amerika Serikat, kita harus lebih berhati-hati dalam menggunakan intrumen fiskal.
Saat ini sektor perbankan lebih mengutamakan kredit untuk konsumsi bukan untuk investasi, mungkin pengalaman pahit masa lampau, belum kembalinya fundamental ekonomi dan ketidakpastian krisis ekonomi global menjadi bahan pertimbangan utama perbankan dalam memberikan kreditnya untuk investasi. Keadaan ini membuat korporasi sulit untuk mendapatkan kredit perbankan untuk ekspansi usahanya sehingga usaha untuk mempercepat proses pembangunan terhambat. Untuk itu diperlukan peran lembaga keuangan non bank seperti pasar modal untuk mengatasi kekeringan dana investasi. Sehingga, memaksismalisasi potensi pasar modal adalah hal yang dapat ditempuh untuk mendanai pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasar modal akan memberikan darah baru bagi perusahaan sebagai kapital untuk berkembang dan dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar sehingga tingkat pengangguran dapat ditekan dan bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan tingkat kesejahteraan dapat dicapai.
Kehancuran dimasa lalu  memberikan luka yang cukup mendalam didunia perbankan Indonesia. Periode krisis ekonomi tahun 1997 yang disebabkan  rush (pengambilan dana secara besar-besaran) dan  tingginya NPL (non performing loan), menunjukkan bahwa perlunya mengembangkan pasar modal dan sistem keuangan non bank lainnya, kita berharap tidak ada krisis ekonomi lagi, karena bangsa ini sudah cukup terhimpit seperti sekarang. Akan tetapi, untuk menghindari resiko yang mungkin akan terjadi pada saat periode krisis kita harus mengambil sikap. Dengan adanya pasar modal minimal ekspansi kredit dapat diperkecil, sebab perusahaan yang memerlukan dana dapat mencarinya melalui penjualan  saham atau pengeluaran obligasi. Sedang untuk masyarakat, daya tarik dan manfaat yang diperoleh ialah upaya untuk menambah nilai uang. Sistem intermediasi keuangan baru didunia seperti pasar modal yang ada sekarang membuat ekonomi dunia dalam masa keemasan.
Anda tentu tahu David M. Smick, seorang yang sangat ahli dibidang keuangan, penasehat ekonomi para Presiden AS dari Demokrat dan Republik dalam bukunya yang berjudul asli The is Curved yang diterjemahkan dalam buku berbahasa Indonesia dengan judul Kiamat Ekonomi Global. Dalam buku terbut, David mengatakan bahwa pasar keuangan saat ini yang saling terliberalias telah menghasilkan angsa bertelur emas, dalam hal kebebasan politik, penciptaan kekayaan, dan pengurangan kemiskinan.Ketika kemiskinan didefinisikan oleh ukuran biaya perhari yang tradisional (standar yang digunakan berbagai agensi internasional), sekitar satu milyar orang berhasil keluar dari kemiskinan sejak tahun 1980. Untuk terlepas dari rantai setan kemiskinan, negara berkembang harus dapat membuat perekonomiannya tumbuh.
Telah banyak ahli yang mendefinisikan mengenai apa itu pertumbuhan ekonomi, tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah proses perubahan suatu perekonomian ke arah yang lebih baik, yang dihitung secara kuantitatif dengan membandingkan ekonomi tahun tertentu dengan tahun sebelumnya.  Beberapa penelitian yang mendukung akan peranan penting dari pasar modal terhadap perekonomian nasional adalah penelitian yang dilakukan oleh Atje dan Jovanovic (1993) yang bertujuan menguji hipotesis bahwa pasar modal memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di 40 negara selama periode 1980-1988. Mereka berkesimpulan bahwa terdapat hubungan yang  positif dan  signifikan  antara  pertumbuhan  ekonomi  dengan perkembangan pasar modal (yang menggunakan indikator rasio nilai saham yang perdagangkan terhadap PDB).
Hasil penelitian lainnya dari Levine dan Zervos (1996,1998) serta Singh (1997) menunjukkan bahwa perkembangan pasar modal berdampak positif dan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dalam  jangka  panjang.  Selain  itu  dengan  membandingkan antara  peranan sumber pendanaan tidak langsung (indirect finance) lewat intermediasi keuangan dan sumber pendanaan langsung (direct finance) lewat pasar modal, yang  didukung dengan  data  47  negara  selama  priode  1976  hingga  1993, Levine dan Zervos   (1998) menemukan hasil bahwa likuiditas pasar modal memiliki hubungan positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, meskipun dengan tetap menggunakan variabel kontrol berupa faktor ekonomi dan politik.  Selain itu, perkembangan pasar modal dan perbankan sama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan dalam jangka panjang, di mana meskipun karakteristik keduanya berbeda, terutama dari  sisi  jasa  keuangan yang ditawarkan, pasar modal mampu menyediakan jasa keuangan yang penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Dibutuhkan efesiensi pasar modal supaya pasar modal dapat benar-benar menopang pertumbuhan ekonomi. Efisiensi  pasar  modal  digunakan  untuk  menjelasakan  suatu karakteristik proses suatu pasar modal.  Efisiensi pasar modal menurut Fama (1970) yang menyatakan bahwa: I take the market efficiency to be simple statement that security prices fully reflect all available information. Fama mendefiniskan secara sederhana bahwa pasar efisiensi itu adalah bahwa harga saham yang ada di pasar mencerminkan semua informasi yang tersedia baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan.  Jadi dengan adanya pasar yang efisien ini asumsinya seluruh informasi yang ada dapat diperoleh dengan mudah dan murah sehingga setiap investor mengetahui perkembangan harga saham akan terhindar dari harga yang abnormal.
Dengan kata lain apabila pasar saham adalah efisien maka investor akan mendapatkan imbal hasil  yang  normal  saja  dan  tidak  akan  mendapatkan  imbal  hasil  yang abnormal. Ciri terpenting efisiensi pasar adalah gerakan acak (random walk) dari harga pasar saham. Karena pasar modal efisien maka harga saham secara cepat bereaksi terhadap berita-berita baru tidak terduga, sehingga arah gerakannya pun tidak bisa terduga. Sepanjang sesuatu kejadian bisa diduga, kejadian itu sudah tercermin dalam harga pasar.
Studi-studi yang  mengambil perspektif pada  pasar  modal  sebagian besar dilakukan di Negara maju yang di kutip dari   penelitian Suyanto dan CH. Ruth dari jurnal Bisnis dan Ekonomi Bulan September 2004, antara lain Levine dan Jervos (1998), Demirquc-Kuhn dan Levine (1996), Rousseau dan Wachtel (1998).  Hasil studi Levine dan Jervon (1998) terhadap 41 negara memperlihatkan bahwa pasar modal yang berfungsi secara efisien tidak hanya akan meningkatkan akumulasi modal dan  diversifikasi risiko antar pelaku pasar,  tetapi  juga  memberikan  pelayanan  keuangan  yang  berbeda dibandingkan yang diberikan oleh perbankan.   Pelayanan keuangan yang diberikan pasar modal, menurut Levine dan Jervon (1998), pada giliranya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Hasil yang sama juga ditunjukan oleh Demirquc-Kuhn dan Levine (1996) dalam studinya dengan menggunakan berbagai ukuran kinerja pasar modal, antara lain : ukuran pasar modal, indeks pasar modal, likuiditas pasar modal, jumlah transaksi di pasar modal, dan integrasi pasar modal terhadap semua pasar modal di dunia. Studi hubungan antara pasar modal dan pertumbuhan ekonomi pernah dilakukan oleh Suyanto dan Ch.Ruth Elisabeth (2004), dengan hasil yang mendukung hipotesis growth-led growth.   Dengan menggunakan pengujian kausalitas Granger dan Sims, mereka menyimpulkan adanya hubungan kausalitas satu arah dari perkembangan pasar modal terhadap pertumbuhan ekonomi berdasarkan data kuartal pertama 1993 sampai kuartal kedua 1997.
Usaha yang dilakukan oleh Kuncoro (1993) untuk mengkaji hubungan sektor  keuangan  dan  pertumbuhan  ekonomi  di  Indonesia,  dengan menggunakan perpektif pasar uang perbankan, patut mendapatkan perhatian. Kuncoro memperlihatkan bahwa pasar keuangan yang memberikan pengaruh kausal  terhadap  pertumbuhan  ekonomi  Indonesia  berdasarkan  data  1968 sampai 1990.  Kuncoro berargumen bahwa terdapat hubungan satu arah antara pertumbuhan  ekonomi  dengan  rasio  monetisasi  tingkat  bunga  riil  dan tabungan, sementara hubungan kausalitas dua  arah ditemukan untuk rasio mata  uang. Sektor  keuangan  hanya  memberikan  peran  secara  pasif  dan permisif dalam proses pembangunan.
Penelitian Inggrid (2006) untuk mengkaji hubungan sektor keuangan dan  pertumbuhan  ekonomi  di  Indonesia  memperlihatkan  dalam  jangka panjang terdapat hubungan ekuilibrium antara perkembangan sektor keuangan dan output riil, penelitiannya juga memperlihatkan adanya bi-directional causality diantara output riil dan volume kredit serta one-way causality yang berasal dari spread menuju output riil.
Saat ini 80 persen sistem keuangan di Indonesia didominasi oleh sistem perbankan (per 2005) hingga September 2011 sistem keuangan masih didominasi industri perbankan yakni mencapai 79%. Hasil penelitian salah seorang mahasiswa Universitas Indonesia Isya Hanum (2008) bahwa adanya disintermediasi perbankan. Fenomena disintermediasi perbankan menyebabkan sebesar apapun pertumbuhantabungan di sektor perbankan, aliran investasi rill nya tetap kecil. Jadi jelas, kita harus mendorong perekonomian kita untuk ke pasar modal yang lebih baik.
Dengan demikian, maka kebijakan yang mampu meningkatkan pemanfaatan dan fungsi  pasar modal di Indonesia perlu mendapat dukungan dan dapat diterapkan, sebagai suatu cara untuk meningkatkan investasi dan yang pada akhirnya akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Seperti yang dikemukan oleh solow dalam model pertumbuhan ekonominya selain akumulasi modal dan tingkat populasi, ada kemajuan teknologi yang mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga kemajuan teknologi di pasar modal akan mempermudah para investor agar mau berinvestasi. Dengan bertambahnya perusahaan efek yang memiliki jaringan perdagangan saham berbasis Internet atau "online trading", jumlah investor di pasar modal akan meningkat. Dalam data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah sub account yang terdafar per Agustus 2012 sebanyak 337.881 nasabah (antaranews.com).
Akan tetapi, berdasarkan data dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Rabu (5/9) menyebutkan, total aset saham pada Agustus 2012, ternyata masih didominasi oleh investor asing dengan nilai Rp1,369.66 triliun, atau 54,8%. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan, investor asing memang masih menguasai kepemilikan saham di BEI dengan jumlah sekitar 58% (Neraca.co.id).
Apabila kita benar-benar ingin perekonomian kita maju, kita harus membuang rasa takut dan rasa sayang terhadap bunga simpanan perbankan yang hanya dibawah 3%. Saatnya kita melirik dunia investasi di pasar modal, yang seperti dijabarkan beberapa hasil penelitian diatas bahwa pasar modal memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Pasar modal yang kuat, akan membuat perekonomian Indonesia tangguh.  
Dengan begitu, mulailah killing your darling , artinya buang rasa sayang terhadap bunga simpanan perbankan yang tidak seberapa itu. Seperti yang kita ketahui bahwa nilai uang dimasa sekarang akan lebih berguna, dari pada dimasa yang akan datang, kita mengenal hal itu dengan istilah time velue of money sebab terdapat inflasi.  Dengan memilih berinvestasi di pasar modal, kita memperkuat pasar modal di Indonesia, pasar modal yang kuat akan membuat ekonomi kita menjadi lebih kuat dan lebih tangguh terhadap krisis global yang terjadi. Perlu dicatat bahwa investasilah, bukan simpanan, yang memperbaiki standar kehidupan. Simpanan tanpa investasi sama saja dengan impoten.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar