kesadaran itu terkadang muncul tanpa diduga, bahkan kita
tidak pernah menyangka akan disadarkan oleh sesuatu, baik itu kejadian atau
buah jadi perenungan. Tanpa disadari, karena rasa bahagia yang besar kadang
justru kita lupa menanyakan apakah seseorang yang membahagiakan kita tersebut
juga bahagia bersama kita. Ingin selalu dibahagiakan, dan merasa terluka
sendiri jika kebahagiaan itu terenggut oleh keputusan.
Padahal kebahagiaan
tidak bisa satu pihak, inginnya selalu dibahagiakan, merasa berjuang dan selalu
ingin diperjuangkan, sehingga tidak dapat melihat nilai perjuangan yang telah
orang lain lakukan. Namanya harapan terlalu besar untuk itu semua, sementara
kesadaran untuk juga berjuang dan berkorban lebih untuk membahagiakan semakin
menitipis atau justru tidak ada. Harusnya sejak awal komunikasi dua arah itu
berjalan, tapi ya itulah sepertinya semua sia-sia. Ingin selalu dipahami,
enggan memahami, sulit belajar memahami dan menerima. Gengsi, keangkuhan,
arogansi diri, karena masih senang berada diatas awan tanpa pondasi. Secara keilmuan,
jelas bahwa manusia sebagai makhluk yang berbentuk, berwujud, dan memiliki
masa, tidak akan mampu terus berada diatas karena adanya daya tarik gravitasi
bumi. Tapi kedasaran tetap saja muncul tak terduga, dan kadang terlambat. Titik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar