Pasar Modal Tangguh Ekonomi Tumbuh
Oleh
: Gita Leviana Putri
Untuk Lomba Opini KSPM Unila
Jika
dilihat dari sejarah, pasar modal sebenarnya sudah lama ada di Indonesia,
sempat vakum dan kembali menggelora di tahun 1976 melalui Keppres No.56 tentang
pasar modal. Akan tetapi, pasar modal masih menjadi sesuatu yang tabu bagi
orang awam, mungkin mereka yang memiliki pendidikan yang tinggi, pasar modal
bukan sesuatu yang aneh. Meskipun tingkat pendidikan terus meningkat, tetapi
jumlah investor pasar modal Indonesia masih kalah jauh dibanding Malaysia. Padahal jumlah penduduk hampir 250 juta. Adapun Malaysia dengan jumlah penduduk 28
juta jiwa, bisa memiliki investor lokal hingga 10 juta. Selain itu, jumlah
emiten Indonesia juga lebih kecil dibandingkan Malaysia. Jumlah emiten di Bursa
Efek Indonesia (BEI) saat ini tercatat 453 perusahaan, lebih sedikit
dibandingkan Malaysia 928 perusahaan dan Singapura 774
perusahaan.(financeroll.co.id)
Di
Indonesia dikenal 2 bursa efek: Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya,
yang sekarang bergabung menjadi satu dengan nama Bursa Efek Indonesia
(BEI). Secara teoritis pasar modal
disebut sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal
sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta. Pasar modal
memungkinkan perusahaan menerbitkan surat-surat berharga seperti saham dan
obligasi. Instrumen ini dijual kepada investor, baik individual maupun
instritusional dan hasilnya adalah dana untuk perusahaan. Jadi pasar modal
merupakan lembaga intermediasi selain perbankan.
Indonesia seperti negera berkembang lainnya,
memiliki keterbatasan modal untuk melaksanakan pembangunannya, dana yang
dibutuhkan untuk pembangunan tidaklah sedikit. Sementara selama ini, pendapatan
utama pemerintah untuk belanja negara adalah pajak, belajar dari krisis yang
menimpa Amerika Serikat, kita harus lebih berhati-hati dalam menggunakan
intrumen fiskal.
Saat ini sektor perbankan lebih mengutamakan kredit
untuk konsumsi bukan untuk investasi, mungkin pengalaman
pahit masa lampau, belum kembalinya fundamental ekonomi dan ketidakpastian
krisis ekonomi global menjadi bahan pertimbangan utama perbankan dalam
memberikan kreditnya untuk investasi. Keadaan ini membuat korporasi sulit untuk
mendapatkan kredit perbankan untuk ekspansi usahanya sehingga usaha untuk
mempercepat proses pembangunan terhambat. Untuk itu diperlukan peran lembaga
keuangan non bank seperti pasar modal untuk mengatasi kekeringan dana investasi.
Sehingga, memaksismalisasi potensi
pasar modal adalah hal yang dapat ditempuh untuk mendanai pembangunan dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasar modal akan memberikan
darah baru bagi perusahaan sebagai kapital untuk berkembang dan dapat menyerap
tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar sehingga tingkat pengangguran
dapat ditekan dan bermuara pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan tingkat
kesejahteraan dapat dicapai.
Kehancuran
dimasa lalu memberikan luka yang cukup
mendalam didunia perbankan Indonesia. Periode krisis ekonomi tahun 1997 yang
disebabkan rush (pengambilan dana secara besar-besaran) dan tingginya NPL (non performing loan),
menunjukkan bahwa perlunya mengembangkan pasar modal dan sistem keuangan non
bank lainnya, kita berharap tidak ada krisis ekonomi lagi, karena bangsa ini
sudah cukup terhimpit seperti sekarang. Akan tetapi, untuk menghindari resiko
yang mungkin akan terjadi pada saat periode krisis kita harus mengambil sikap.
Dengan adanya pasar modal minimal ekspansi kredit dapat diperkecil, sebab
perusahaan yang memerlukan dana dapat mencarinya melalui penjualan saham atau pengeluaran obligasi. Sedang untuk
masyarakat, daya tarik dan manfaat yang diperoleh ialah upaya untuk menambah
nilai uang. Sistem intermediasi keuangan baru didunia seperti pasar modal yang
ada sekarang membuat ekonomi dunia dalam masa keemasan.
Anda
tentu tahu David M. Smick, seorang yang sangat ahli dibidang keuangan,
penasehat ekonomi para Presiden AS dari Demokrat dan Republik dalam bukunya
yang berjudul asli The is Curved yang
diterjemahkan dalam buku berbahasa Indonesia dengan judul Kiamat Ekonomi
Global. Dalam buku terbut, David mengatakan bahwa pasar keuangan saat ini yang
saling terliberalias telah menghasilkan angsa bertelur emas, dalam hal
kebebasan politik, penciptaan kekayaan, dan pengurangan kemiskinan.Ketika
kemiskinan didefinisikan oleh ukuran biaya perhari yang tradisional (standar
yang digunakan berbagai agensi internasional), sekitar satu milyar orang
berhasil keluar dari kemiskinan sejak tahun 1980. Untuk terlepas dari rantai
setan kemiskinan, negara berkembang harus dapat membuat perekonomiannya tumbuh.
Telah
banyak ahli yang mendefinisikan mengenai apa itu pertumbuhan ekonomi, tetapi
secara umum dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan sebuah proses
perubahan suatu perekonomian ke arah yang lebih baik, yang dihitung secara
kuantitatif dengan membandingkan ekonomi tahun tertentu dengan tahun
sebelumnya. Beberapa penelitian yang
mendukung akan peranan penting dari pasar modal terhadap perekonomian nasional
adalah penelitian yang dilakukan oleh Atje dan Jovanovic (1993) yang bertujuan
menguji hipotesis bahwa pasar modal memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi di 40 negara selama periode 1980-1988. Mereka berkesimpulan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara pertumbuhan ekonomi
dengan perkembangan pasar modal (yang menggunakan indikator rasio nilai
saham yang perdagangkan terhadap PDB).
Hasil
penelitian lainnya dari Levine dan Zervos (1996,1998) serta Singh (1997)
menunjukkan bahwa perkembangan pasar modal berdampak positif dan signifikan
bagi pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Selain
itu dengan membandingkan antara peranan sumber pendanaan tidak langsung
(indirect finance) lewat intermediasi keuangan dan sumber pendanaan langsung
(direct finance) lewat pasar modal, yang
didukung dengan data 47
negara selama priode
1976 hingga 1993, Levine dan Zervos (1998) menemukan hasil bahwa likuiditas
pasar modal memiliki hubungan positif dan signifikan dengan pertumbuhan
ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, meskipun dengan tetap
menggunakan variabel kontrol berupa faktor ekonomi dan politik. Selain itu, perkembangan pasar modal dan
perbankan sama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan dalam
jangka panjang, di mana meskipun karakteristik keduanya berbeda, terutama
dari sisi jasa
keuangan yang ditawarkan, pasar modal mampu menyediakan jasa keuangan
yang penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Dibutuhkan
efesiensi pasar modal supaya pasar modal dapat benar-benar menopang pertumbuhan
ekonomi. Efisiensi pasar modal
digunakan untuk menjelasakan
suatu karakteristik proses suatu pasar modal. Efisiensi pasar modal menurut Fama (1970)
yang menyatakan bahwa: I take the market
efficiency to be simple statement that security prices fully reflect all
available information. Fama mendefiniskan secara sederhana bahwa pasar
efisiensi itu adalah bahwa harga saham yang ada di pasar mencerminkan semua
informasi yang tersedia baik yang dipublikasikan maupun yang tidak
dipublikasikan. Jadi dengan adanya pasar
yang efisien ini asumsinya seluruh informasi yang ada dapat diperoleh dengan
mudah dan murah sehingga setiap investor mengetahui perkembangan harga saham
akan terhindar dari harga yang abnormal.
Dengan
kata lain apabila pasar saham adalah efisien maka investor akan mendapatkan
imbal hasil yang normal
saja dan tidak
akan mendapatkan imbal
hasil yang abnormal. Ciri
terpenting efisiensi pasar adalah gerakan acak (random walk) dari harga pasar
saham. Karena pasar modal efisien maka harga saham secara cepat bereaksi
terhadap berita-berita baru tidak terduga, sehingga arah gerakannya pun tidak
bisa terduga. Sepanjang sesuatu kejadian bisa diduga, kejadian itu sudah
tercermin dalam harga pasar.
Studi-studi
yang mengambil perspektif pada pasar
modal sebagian besar dilakukan di
Negara maju yang di kutip dari
penelitian Suyanto dan CH. Ruth dari jurnal Bisnis dan Ekonomi Bulan
September 2004, antara lain Levine dan Jervos (1998), Demirquc-Kuhn dan Levine
(1996), Rousseau dan Wachtel (1998).
Hasil studi Levine dan Jervon (1998) terhadap 41 negara memperlihatkan
bahwa pasar modal yang berfungsi secara efisien tidak hanya akan meningkatkan akumulasi
modal dan diversifikasi risiko antar
pelaku pasar, tetapi juga
memberikan pelayanan keuangan
yang berbeda dibandingkan yang
diberikan oleh perbankan. Pelayanan
keuangan yang diberikan pasar modal, menurut Levine dan Jervon (1998), pada giliranya
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Hasil
yang sama juga ditunjukan oleh Demirquc-Kuhn dan Levine (1996) dalam studinya
dengan menggunakan berbagai ukuran kinerja pasar modal, antara lain : ukuran
pasar modal, indeks pasar modal, likuiditas pasar modal, jumlah transaksi di
pasar modal, dan integrasi pasar modal terhadap semua pasar modal di dunia. Studi
hubungan antara pasar modal dan pertumbuhan ekonomi pernah dilakukan oleh
Suyanto dan Ch.Ruth Elisabeth (2004), dengan hasil yang mendukung hipotesis
growth-led growth. Dengan menggunakan
pengujian kausalitas Granger dan Sims, mereka menyimpulkan adanya hubungan
kausalitas satu arah dari perkembangan pasar modal terhadap pertumbuhan ekonomi
berdasarkan data kuartal pertama 1993 sampai kuartal kedua 1997.
Usaha
yang dilakukan oleh Kuncoro (1993) untuk mengkaji hubungan sektor keuangan
dan pertumbuhan ekonomi
di Indonesia, dengan menggunakan perpektif pasar uang
perbankan, patut mendapatkan perhatian. Kuncoro memperlihatkan bahwa pasar keuangan
yang memberikan pengaruh kausal
terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia berdasarkan data
1968 sampai 1990. Kuncoro
berargumen bahwa terdapat hubungan satu arah antara pertumbuhan ekonomi
dengan rasio monetisasi
tingkat bunga riil
dan tabungan, sementara hubungan kausalitas dua arah ditemukan untuk rasio mata uang. Sektor
keuangan hanya memberikan
peran secara pasif
dan permisif dalam proses pembangunan.
Penelitian
Inggrid (2006) untuk mengkaji hubungan sektor keuangan dan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia
memperlihatkan dalam jangka panjang terdapat hubungan ekuilibrium
antara perkembangan sektor keuangan dan output riil, penelitiannya juga memperlihatkan adanya bi-directional
causality diantara output riil dan volume kredit serta one-way causality yang berasal dari spread menuju output riil.
Saat
ini 80 persen sistem keuangan di Indonesia didominasi oleh sistem perbankan
(per 2005) hingga September 2011 sistem keuangan masih didominasi industri
perbankan yakni mencapai 79%. Hasil penelitian salah seorang mahasiswa
Universitas Indonesia Isya Hanum (2008) bahwa adanya disintermediasi perbankan.
Fenomena disintermediasi perbankan menyebabkan sebesar apapun
pertumbuhantabungan di sektor perbankan, aliran investasi rill nya tetap kecil.
Jadi jelas, kita harus mendorong perekonomian kita untuk ke pasar modal yang
lebih baik.
Dengan
demikian, maka kebijakan yang mampu meningkatkan pemanfaatan dan fungsi pasar modal di Indonesia perlu mendapat
dukungan dan dapat diterapkan, sebagai suatu cara untuk meningkatkan investasi
dan yang pada akhirnya akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Seperti
yang dikemukan oleh solow dalam model pertumbuhan ekonominya selain akumulasi
modal dan tingkat populasi, ada kemajuan teknologi yang mendorong pertumbuhan
ekonomi, sehingga kemajuan teknologi di pasar modal akan mempermudah para
investor agar mau berinvestasi. Dengan bertambahnya perusahaan efek yang
memiliki jaringan perdagangan saham berbasis Internet atau "online
trading", jumlah investor di pasar modal akan meningkat. Dalam data
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah sub account yang terdafar per
Agustus 2012 sebanyak 337.881 nasabah (antaranews.com).
Akan
tetapi, berdasarkan data dari PT
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Rabu (5/9) menyebutkan, total aset
saham pada Agustus 2012, ternyata masih didominasi oleh investor asing dengan
nilai Rp1,369.66 triliun, atau 54,8%. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI)
Ito Warsito mengatakan, investor asing memang masih menguasai kepemilikan saham
di BEI dengan jumlah sekitar 58% (Neraca.co.id).
Apabila
kita benar-benar ingin perekonomian kita maju, kita harus membuang rasa takut
dan rasa sayang terhadap bunga simpanan perbankan yang hanya dibawah 3%.
Saatnya kita melirik dunia investasi di pasar modal, yang seperti dijabarkan
beberapa hasil penelitian diatas bahwa pasar modal memberikan dampak positif
bagi pertumbuhan ekonomi. Pasar modal yang kuat, akan membuat perekonomian
Indonesia tangguh.
Dengan
begitu, mulailah killing your darling
, artinya buang rasa sayang terhadap bunga simpanan perbankan yang tidak
seberapa itu. Seperti yang kita ketahui bahwa nilai uang dimasa sekarang akan
lebih berguna, dari pada dimasa yang akan datang, kita mengenal hal itu dengan
istilah time velue of money sebab
terdapat inflasi. Dengan memilih berinvestasi
di pasar modal, kita memperkuat pasar modal di Indonesia, pasar modal yang kuat
akan membuat ekonomi kita menjadi lebih kuat dan lebih tangguh terhadap krisis
global yang terjadi. Perlu dicatat
bahwa investasilah, bukan simpanan, yang memperbaiki standar kehidupan.
Simpanan tanpa investasi sama saja dengan impoten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar